DEFINISI (KONSEP DASAR)
Malnutrisi dapat terjadi oleh karena kekurngan gizi (undernutrisi) maupun kelebihan gizi (overnutrisi). Keduanya disebabkann ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh dengan asupan zat gizi esensial. Adapun yang contoh termasuk undernutrisi yaitu marasmus dan kwashiorkor.
ETIOLOGI
Malnutrisi (MEP) merupakan penyakit lingkungan. Oleh kaena itu ada beberapafaktor yang bersama-sama menjadi penyebab malnutrisi (MEP), antara lain: factor diet, factor social, kepadatan penduduk. Infeksi, kemiskinan dan laen-laen.
Peranan diit/ pola makan
Menurut konsep klasik, diit yang mengandung cukup energy tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderitankwashiorkor, sedangkan diit kuranng energy, walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus.
Factor sisial
Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit MEP.
Peranan kepadatan penduduk.
Dalam world Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya jmlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertumbuhnya persediaan pangan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan.
Peranan infeksi.
ada interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi akan memperburuk status gizi dan menurunkan daya tahan tubuh karena status gizi kuran.
Faktor ekonomi, berhubungan dengan kemiskinan untuk menyediakan makanan bergizi, baik kualitas maupun kuantitas tidak memadai.
KLASIFIKASI MEP
Untuk kepentingan praktsi di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak, sebagai berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2. Berat badan 60-8-% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3. Berat badan 60% : marasmus (MEP berat)
4. Berat badan 60% style: marasmik kwashiorkor (MEP berat)
KWASHIORKOR :Adalah MEP berat yang disebabkan oleh disebabkan oleh defisiensi protein. Penyakit kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan starus social ekonomi yang rendah karna keluarga tidak mampu menyediakan makanan yang cukup mengandung protein hewani seperti daging, telor, hati, susu dan laen-laen. Makanan sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam kacang-kacangan, tetapi karena kurangnya pengetahuan ortu, anak dapat menderita defisiensi protein.
MARASMUS : adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energy (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defisiensi protein. Bila kekuranngan sumber kaloridan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka akan berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.
GEJALA KLINIS
Keluhan yang paling ringan adalah pertumbuhan yang kurang (BB kurang), tidak nafsu makan, sering menderita penyakit berulang.
MEP RINGAN
Pada MEP ringan ditemukan gangguan antara lain: kenaikan BB tidak sesuai/ berhenti dan ada kalanya menurun, ukuran LLA menurun, rasio BB terhadap BB menurun, anemia ringan, tebal lipat kulit berkurang, aktifitas dan perhatian berkurang dibanding ank yang sehat seusianya
MEP BERAT
MARASMUS : wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus, perubahan mental(cengeng, sering terbangun tengah malam), kulit kering dan mengendor terutama di daerah pantat, lemak sub kutan menghilang hingga tutgor kulit berkurang, atrofi otot sampai tulang terlihat jelas, sering mengalami diare/ konstipasi, bradikardia, hipotensi, frekuensi napas menurun
KWASHIORKOR : perubahan mentalcengeng sampai dengan apatis, edema wajah tungkai dan perut (wajah terlihat seperti orang tua, licin akibat edema), atrofi otot, lengan bawah lebih besar dari lengan atas, gangguan gastrointestinal( nafsu makan menurun, diare/ konstipasi), rambut pirang, perubahan kulit (ada bagian yang hypo maupun hyperpigmentasi yang dsb crazy parement dermatosis), pembesaran hati, anemia
MARASMIK KWASHIORKOR: seperti marasmus disertai edema
PATOFISIOLOGI
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok dengan gangguan metabolic dan perubahansel yang menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diit, akan terjadi kekuranngan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan dalam sintesis dan metabolism. Bila diit cukup mengandung karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurangtersebut akan disalurkan ke jaringan otot. Makin berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar, yang kemudian berakibat timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta- lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati terganggu, dengan akibat adanya penimbunan lemak dalam hati.
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
EVALUASI DIAGNOSTIK
1) PEMERIKSAAN FISIK
Mengukur TB dan BB
Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LILA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
2) Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MALNUTRISI (MEP)
PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN FISISK
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan anggota keluarga, kultur dan kepercayaan, prilaku yang dapat memepengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan laen-laen. Pengkajian secara umum yang dilakukan meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, TTV, area kepala dan wajah,dada, abdomen, ekstremitas, dan genitor-urinaria.
2. FOKUS PENGKAJIAN
Focus pengkajian pada anak dengan marasmik – kwashiorkor adalah pengukuran antopometri (BB,TB, LLA dan tebal lipatan kulit, biasanya pada otot trisep lengan atas). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
Pernurunan ukuran antropometri.
Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Gambaran wajah seperti orang tua(kehilangan lemak pipi), edema palbera.
Tanda gangguan system pernapassan (batuk, sesak , ronchi, retraksi otot intercostals)
Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bisisng usus dapat meningkat bila terjadi diare.
Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisisk dan adanya crazy pavement dermatosis (kelainan kulit yang khas pada penyakit kwarshiorkor berupa titik-titik merah menyerupai petehia, berpadu menjadi bercak yang lambat laun menghitam.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan marasmik – kwashiorkor adalah:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare.
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
4. Resiko tinggi aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheabronkial.
5. Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheabronkial skunder terhadap infeksi saluran pernafasan.
6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b/d melemahnya kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. DIAGNOSA 1: Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d asupan yang tidak aadekuat, anoreksia dan diare.
TUJUAN: Klien akan menunjukkan peningkatan status gizi
KRITERIA :
Keluarga klien dapat menjelaskan gangguan nutrisi yangbdialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menundan pengolahan makanan sehat seimbang.
INTEVENSI:
• Jelaskan pada klien tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang.
R: Menimgkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
• Tunjukkan cara pembeerian makanan personde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.
R: Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhann nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
• Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
R: Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi, dan pemenuhan deficit yang menyertai keadaan malnutrisi.
• Timbang berat badan, ukur LLA, dan lipatan kulit tiap pagi.
R: Menilai perkembangan masalah klien
2. DIAGNOSA 2: Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan oral dan peningkatan kehilangan akibat diare.
TUJUAN: Klien menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.
KRITERIA : Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah deficit yang terjadi; Tidak ada gejala dehidrasi (TTV dalam batas normal, frekuensi defekasi ≤ 1x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat)
INTERVENSI :
• Lakukan/observasi pemberian cairan perinfus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.
R: Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah volume cairan.
• Jelaskan pada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharraan patensi pemberian infuse/selang sonde.
R: Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam pelaksanaan terapi rehidrasi.
• Kaji perkembangan keadaan dehidrasi klien
R: Menilai perkembangan masalah klien.
• Hitung balance cairan.
R: Penting untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.
3. DIAGNOSA 3: Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
TUJUAN: Klien mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.
KRITERIA: Pertumbuhan fisik (ukuran antopometri)sesuai standar usia; Perkembangan motorik, bahasa/kognitif dan personal/social sesuai standar usia.
INTERVENSI:
• Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas p’kembangan sesuai uisa anak.
R: Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatann pertumbuhan dan perkembangan anak.
• Lakukan pemberian makanan/minuman sesuai terapi diit pemulihan.
R: Diit khusus untuk pemulihan nutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi system pencernaan.
• Lakukan program antropometrik secara berkala.
R: Menilai perkembangan masalah klien.
• Lakukan stimulasi tingkat perkembanngan sesuai dengan usia klien.
R: Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa, dan personal/social.
4. DIAGNOSA 4: RESTI aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheabronkhial.
TUJUAN: Klien tdk mengalami aspirasi.
KRITERIA: Pemberian makanan/minuman personde dapat dilakukan tanpa menyebabkab aspirasi; bunyi nafas normal, ronchi tidak ada.
INTERVENSI:
• Periksa dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang semestinya secara berkala.
R: Merupakan tindakan prevntif, meminimalkan resiko aspirasi.
• Periksa residu lambung setiap kali sebelum pemberian makanan/minuman.
R: Penting untuk menilai kemampuan absorbs saluran cerna dan waktu pemberia makanan/minumam yamg tepat.
• Tinggikann kepala pasien selama dan 1 jam setelah pemberian makanan/minuman.
R: Mencegah refluks yang dapat menimbulkan aspirasi.
• Observasi tanda-tanda aspirasi.
R: Menilai perkembangan masalah klien.
5. DIAGNOSA 5: Ket idaefektifan besihan jalan nafas b/d peningkatan sekresi trakheabronkhial skunder terhadap infeksi saluran pernapasan.
INTERVENSI:
• Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.
R: Fisioterapi dada meningkatkan pelepasan secret. Suction diperlukan selama fase hipersekresi trekheabronkhial.
• Lakukan pemberian obat mukolitik/ekspektoran sesuai program terapi.
R: Mukolitik memecahkan ikatan mucus, ekspectoran mengencerkan mucus.
• Observasi irama, kedalaman bunyi dan napas.
R: menilai perkembangan masalah klien.
6. DIAGNOSA 6: Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b/d melemahnya kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.
TUJUAN: Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
KRITERIA: Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya .
INTERVENSI:
• Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
• Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II.
• Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan.
• Berikan mainan sesuai usia anak.
7. DIAGNOSA 7: Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi.
TUJUAN : Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
KRITERIA;
Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
ITERVENSI:
• Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
• Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien
EVALUASI:
Klien menunjukkan peningkatan status gizi.
Klien menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.
Klien dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.
Aspirasi dapt diminimalkan.
Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
DAFTAR PUSTAKA
Pudjiadi Solihin. 2005.ILMU GIZI KLINIS pada ANAK edisi ke-4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
Staf pengajar ilmu kesehatan anak. 2007. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Moore. C. Mary. 1997. Terapi Diet dan Nutrisi edisi II. Hipokrates. Jakarta
Doenges, marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien edisi 3. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Jual.1999. Rencana Askep Edisi 2. Jakarta: EGC
http://forum.um.ac.id/index.php?=8372.0
http://askep-askeb.cz.cc/2009/09/askep-malnutrisi.html#ixzz0hrMuRtLk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar